Rabu, 27 Juni 2012

Dongeng: Terjadinya Angin Puting Beliung

Dongeng ini saya buat sebagai tugas mata kuliah sejarah fisika, jadi mohon maaf kalau sedikit ngawur. Selamat membaca ;)


Pada jaman dahulu kala, dewa-dewi di kahyangan hidup layaknya manusia di bumi. Mereka saudara dan bercocok tanam. Para dewa dan manusia hidup rukun dengan damai. Para dewa sering turun ke bumi untuk memberi sebagian hasil panen mereka kepada manusia. Begitu pula pada musim panen di bumi, manusia akan membuat pesta dan mengundang para dewa untuk menikmati hasil panen mereka. Putra-putri para dewa pun berteman baik dengan anak manusia. Mereka sering bermain bersama di bumi saat hari cerah.
Di sebuah desa kecil  yang subur di bumi, terdapat seorang anak saudagar kaya yang cantik jelita bernama Anika. Anika adalah putri semata wayang saudagar tersebut. Ibunya telah meninggal sejak ia masih kecil dan ayahnya sering berdagang di negeri-negeri yang jauh selama berbulan-bulan. Anika sering merasa kesepian karena hanya ditemani pembantu rumah tangga sehingga ia sering mengajak teman-temannya bermain di rumahnya dan menghidangkan makanan-makanan enak. Selain itu, ia senang meminjamkan mainan-mainan yang dimilikinya kepada teman-temannya. Mainan-mainan itu adalah pemberian ayahnya setiap kali pulang berdagang di negeri Seberang. Oleh karena itu, mainan-mainan Anika bagus dan jarang dimiliki anak lain di desanya sehingga Anika banyak disukai teman-temannya. Akan tetapi, Anika mempunyai sifat buruk yaitu suka membeda-bedakan teman. Dia hanya mau berteman dengan sesama anak saudagar atau dengan putra-putri dewa kahyangan. Dia  juga tidak suka dengan anak yang pemalu karena dia mengangggap anak itu membosankan.
Suatu hari, Dewa Elioth, Dewa Barma, Dewi Eida, dan Dewi Rea, datang berkunjung ke rumah Anika. Keempat putra-putri Dewa tersebut ingin bermain dengannya di taman bunga di halaman belakang rumah Anika. Di depan pintu,  Dewa Barma mengetuk pintu rumah Anika. Seorang pembantu rumah tangga paruh baya membuka pintu untuk keempat dewa tersebut. Setelah Dewa Elioth menyampaikan maksud kedatangan mereka, si pembantu rumah tangga mengantar keempat dewa menuju ke halaman belakang.
Dewi Eida seorang dewi yang pemalu. Bagi Dewi Eida, ini adalah kunjungan pertamanya ke rumah Anika. Ia sangat gugup dan sedikit takut. Dia sudah mendengar kabar tentang sifat buruk anika. Kedatanganya ke rumah Anika ini pun karena bujukan teman-temannya. Oleh karena itu, ia berjalan di samping Dewi Rea sambil menggemgam erat tangan temannya itu.
Sesampainya di halaman belakang, mereka melihat banyak anak saudagar berkumpul di sana. Si pembantu mempersilakan keempat dewa tersebut bergabung dengan Anika dan teman-temannya kemudian ia memohon diri untuk meneruskan pekerjaannya. Melihat keempat tamunya yang masih berdiri di pintu belakang, Anika segera menghampiri tamunya. Dengan senyum tulus di wajahnya, Anika menyapa tamunya,” Selamat pagi, apa kabar semuanya?”
“Selamat pagi Anika,” jawab Dewa Elioth,” Kami baik kamu apa kabar?”
“Anika juga baik.” Ucap Anika.
“Anika, boleh kami ikut main?” tanya Dewi Rea.
Anika menoleh kepada Dewi Rea. Saat itulah matanya memandang Dewi Eida yang berdiri menunduk di belakang Dewi Rea. Melihat pandangan mata Anika yang tertuju langsung pada Dewi Eida, Dewa Barma segera berusaha mengalihkan perhatian dan berkata, ”Perkenalkan, Dia adalah Dewi Eida, putri dari Dewa Angin. Dia baru pertama berkunjang ke sini. Ah,,, sudahlah. Jadi, apakah kita boleh bergabung?”
Anika menoleh pada Dewa Barma. Ia tersenyum. “Boleh kok, silakan saja kalau dewa-dewi ingi bermain dengan Anika. Tapi...” ucap Anika. Ia menggantung kalimatnya sambil menatap tajam pada Dewi Eida. Dewi Eida semakin gugup dan tidak berani memandang mata Anika. “Tapi Dewi Eida tidak boleh ikut main.” Lanjut Anika sambil tersenyum kepada Dewi Eida.
“Kenapa? Dewi Eida adalah teman kita.” ucap Dewa Elioth.
“Iya, Dewa Elioth benar. Dewi Eida adalah dewi yang sangat menyenangkan.” kata Dewi Rea menyambung perkataan Dewa Elioth.
“Cobalah sekali saja bermain dengan Dewi Rea, kau pasti menyukainya.” Ujar Dewa Barma.
“Aku tidak mau.” ucap Anika ketus.
“Ya sudah, kalau kamu tidak mengijinkan aku ikut main.” ucap Dewi Eida,” Teman-teman aku pulang dulu, kalian bersenang-senanglah.”
Setelah mengatakan itu, Dewi Eida berbalik dan berjalan meninggalkan ketiga temannya. Ia menyusuri jalan yang tadi dilaluinya. Sang pembantu yang baik hati membukakan pintu dan meminta maaf atas kesalah putri majikannya tersebut. Dewi Aida mengiyakan kemudian pamit pulang.
Dewi Eida terbang ke kahyangan seorang diri. Tiba-tiba ia meras sangat kesepian dan  merasa tidak memiliki teman. Ia sangat sedih hingga tak dapat lagi menahan air mata yang ditahannya sejak ia berada di rumah Anika. Ia tidak boleh menangis di depan Anika karena itu akan membuat Anika senang. Begitu pikirnya.
Dewi Eida tidak langsung pulang, ia bersembunyi di salah satu sudut taman kahyangan. Tempat itu adalah tempat rahasianya dengan teman-temannya bila sedang bersedih. Ia menangis sejadi-jadinya di tempat rahasianya itu. Kesedihan dan tangisan Dewi Eida membuat awan-awan berubah menjadi gelap dan hujan di bumi. Saat sedang menangis, ia mendengar sebuah suara yang memanggilnya dengan halus. Ia menengadahkan wajahnya. Ia melihat ketiga temannya berdiri di depannya sambil tersenyum.
“Sudah, jangan menangis. Kami ada di sini bersamamu.” bujuk  Dewa barma.
“Kenapa kalian ada disini? Harusnya kalian berada di rumah Anika?” tanya Dewi Eida.
Dewi Rea kembali tersenyum. Ia berjongkong dan memeluk Dewi Eida. Dewi Rea berkata,” Bagaimana bisa kami bersenang-senang di rumah Anika sedang kau menangis sendirian disini. Kita sudah seperti saudara jadi kami tidak akan membiarkan kau sendirian.”
“Sudah jangan menangis. Awan jadi gelap dan sekarang di bumi turun hujan karena tangisanmu tahu.” ledek Dewa Barma. Dewi Eida tersenyum mendengar ledekan Dewa Barma.
“Nah, kalau tersenyum kan langit cerah. Sekarang ayo kita pulang sebelum bunda-bunda kita marah.” ajak Dewa Elioth. Dewi Eida mengangguk. Kemudian Dewa Elioth dan Dewa Barma membantu kedua dewi berdiri. Dewi Eida pulang ke rumah di antar ketiga temannya.
Sesampainya di rumah, Dewi Eida langsung permisi dan masuk kamar. Ia tidak ingin kedua orangtuanya melihat wajahnya. Akan tetapi sudah terlambat, Ibunda Dewi Eida melihatnya masuk kamar. Ibundanya segera menyusul tetapi Dewi Eida sudah menutup pintu kamarnya. Ibunda Dewi Eida melongok keluar, dilihatnya ketiga teman putrinya berada di luar. Beliau bergegas menghampiri ketiga dewa itu. Beliau bertanya penyebab putrinya menangis kepada ketiga dewa itu. Dewa Elioth menjelaskan kejadian di rumah Anika itu kepada ibunda Dewi Eida. Ibunda Dewi Eida mengangguk-angguk mendengar cerita Dewa Elioth. Beliau berpesan kepada ketiga dewa itu untuk menyembunyikan kejadian tersebut dari ayah Dewi Eida, Dewa Angin, agar tidak terjadi bencana yang besar. Ketiga dewa itu berjanji tidak cerita kepada siapapun kemudian berpamitan pulang.
Sejak hari itu, sudah dua hari berlalu. Dewi Eida masih saja murung sehingga awan menjadi gelap. Ketiga temannya setiap hari datang untuk menghibur Dewi Eida tetapi Dewi Eida terus murung. Sikapnya selam dua hari ini berubah sangat drastis. Ia tidak menanggapi ledekan Dewa Barma seperti biasanya, menolak ajakan Dewi Rea untuk belajar menyulam dan mengiyakan semua nasehat Dewa Elioth.
Ibunda Dewi Eida sangat prihatin melihat kondisi putrinya. Beliau tidak tahu lagi alasan apa yang harus dikatakan kepada Dewa Angin bila mengetahui putri kesayanganya bersedih karena anak manusia menghinanya. Memang selama dua hari ini Dewa Angin sedang bertugas di kahyangan sebelah timur.
Pada hari kedua, Dewa Angin pulang ke rumahnya. Dewa Angin yang sudah sangat merindukan putrinya segera menuju kamar Dewi Eida. Saat membuka pintu, dilihatnya Dewi Eida sedang tiduran diranjangnya dengan malas. Matanya sembab dan wajahnya terlihat murung. Dewa Angin sangat terkejut dan meninggalkan Dewi Eida. Beliau menemui istrinya, ibunda Dewi Eida, berharap menemukan alasan mengapa putrinya murung. Ketika bertanya, sang istri hanya terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Dewa Angin mulai marah karena pertanyaannyaa tidak kunjung dijawab oleh sang istri. Dewa Angin berjalan keluar.
Dewa Angin menuju ke taman kahyangan tempat anak-anak dewa biasa bermain. Beliau melihat ketiga teman baik putrinya sedang duduk di ayunan di pojok taman. Beliau menghampiri ketiganya. Ketiga dewa itu terkejut melihat Dewa Angin telah berdiri di hadapan mereka. Dewa Angin memaksa mereka memberi tahu penyebab putrinya murung. Karena takut, Dewa Barma akhirnya menceritakan semua kejadian di rumah Anika.
Mendengar cerita dari Dewa Barma, Dewa Angin sangat marah. Dewa Angin segera turun ke bumi mengendarai awan hitam yang bergerak dengan cepat. Dewa Angin yang menguasai angin Di bumi dan kahyangan segera menggerakkan angin berputar seperti spiral dan kelamaan semakin cepat. Setelah angin menjadi besar, beliau menggerakkan angin itu menuju ke desa tempat tinggal Anika. Penduduk desa sangat ketakutan melihat angin itu. namun, kemarahan dewa angin telah sampai puncaknya. Ia gerakkan angin hingga memporakporandakan seluruh desa. Setelah desa tersebut hancur, angin itu pun ikut menghilang. Sedangkan Dewa Angin segera kembali ke kahyangan. Sejak saat itu, angin itu dikenal dengan angin puting beliung. Dan sejak saat itu pula, dewa-dewa tidak pernah lagi turun ke bumi. Mereka hidup sendiri-sendiri di dunia mereka.

= The End =


Konsep IPA:
Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba dan bertekanan tinggi, mempunyai pusat, bergerak secara melingkar seperti spiral hingga menyentuh permukaan bumi dan menghilang dalam waktu yang singkat. Angin ini berasal dari awan comulusnimbus yang berwarna gelap dan menjulang tinggi.

Pesan Moral:
Jangan suka membeda-bedakan teman

Mengatasi Budaya Mencontek pada Remaja


Di jaman modern ini, terjadi perubahan-perubahan di setiap aspek kehidupan sebagai akibat dari arus globalisasi. Perubahan ini pun berpengaruh pula pada tatanan nilai kehidupan sosial dan masyarakat Indonesia. Pergeseran nilai-nilai sosial dan masyarakat yang terjadi di Indonesia ditandai dengan merosotnya moral masyarakat. Contoh konkrit dari pergeseran nilai-nilai ini dapat dilihat dari semakin banyaknya penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki dan pemaksaan kehendak para penyelenggara negara tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat secara umum. Saat ini masyarakat Indonesia sedang mengalami sakit yang sudah akut. Kekerasan merajalela, disintegrasi sosial tumbuh secara nyata, intoleransi semakin merebak dalam berbagai aspek kehidupan, korupsi dilakukan secara terang-terangan dan tidak punya rasa malu. Bahkan arogansi kekuasaan, kekayaan, dan arogansi intelektual juga sedang terjadi (Mochtar Buchori dalam Suyanto, 2006).
Pergeseran nilai-nilai sosial dan masyarakat tidak hanya terjadi pada penyelenggara negara tetapi juga sebagian besar masyarakat Indonesia dengan tidak memperhatikan lagi norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku. Tingginya tingkat kekerasan, kriminalitas, dan tindak asusila di kalangan masyarakat menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai yang berlaku di masyarakat telah bergeser. Selain hal-hal di atas, pergeseran nilai yang sangat mencolok adalah merosotnya rasa malu dalam diri masyarakat saat melakukan kesalahan. Setiap kesalahan dianggap wajar karena merupakan bagian dari proses pendewasaan.
Sesuatu yang sangat disayangkan dari pergeseran nilai ini adalah kenyataan bahwa pergeseran nilai ini juga terjadi pada anak-anak dan remaja di usia sekolah. Anak-anak dan remaja ini notabene adalah generasi penerus bangsa yang diharapkan mampu meneruskan perjuangan untuk memajukan bangsa. Remaja sendiri merupakan seorang anak yang bisa dibilang berada pada usia tanggung, mereka tidak dapat dianggap sebagai anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, tapi juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa yang bisa dengan mudah akan membedakan hal mana yang baik dan mana yang berakibat buruk.  Pada masa remaja, seseorang cenderung suka untuk mencoba hal-hal baru. Mereka senang untuk mengikuti trend masa kini agar tidak dianggap kuno atau kurang pergaulan.
Akibat dari pergeseran nilai yang sering terjadi pada remaja adalah munculnya perilaku-perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku ini seringkali disebut sebagai kenakalan remaja. Kenakalan-kenakalan remaja yang terjadi saat ini tidak hanya terjadi di luar lingkungan sekolah tetapi dalam lingkungan sekolah. Sekolah merupakan tempat pendidikan. Fungsi pendidikan adalah perubahan tingkah laku dari seseorang sesuai yang diharapkan. Perubahan tingkah laku yang diharapakan dari proses pendidikan tentunya perubahan ke arah positif bukan perubahan ke arah negatif. Sehingga, sangat ironis bila di sekolah tempat berlangsungnya pendidikan masih banyak kenakalan-kenakalan remaja terjadi. Apalagi kenakalan tersebut terjadi di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Dapat dibayangkan bagaimana perilaku remaja tersebut kelak saat dewasa bila saat remaja telah banyak kenakalan yang dilakukan terutama kenakalan di dalam kelas.

Remaja
Batas usia pasti untuk mengatakan bahwa seseorang berada dalam masa remaja belum disepakati dengan jelas. Ada beberapa pendapat berbeda yang menjelaskan batasan usia remaja. Menurut Powel, masa remaja digolongkan: “pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence, from thirtheen to sixteen years, and late adolescence from seventeen to twenty one years”. Luella Cole menyebutkan masa adolescence dan membagi menjadi tiga tingkatan, yaitu “early adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21 years”. Dari kedua pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa usia remaja antara 10 sampai 21 tahun dan dibagi menjadi tingkatan, yaitu remaja awal, remaja, dan remaja akhir. ( Y. Bambang Mulyono, 1984: 15)
Seseorang dikatakan telah memasuki masa remaja apabila terjadi perubahan secara fisik dan mengalami kematangan secara seksual. Untuk remaja laki-laki perubahan ini ditandai dengan a) pengeluaran sperma, b) menegangnya alat kelamin pada saat tertentu, c) suara membesar, dan d) tumbuh rambit pada bagian tertentu. Sedangkan pada remaja putri, perubahan ini ditandai dengan a) loncatan sel telur (ovulasi), b) menstruasi, dan c) berkembanganya buah dada.

Pola-pola Tingkah Laku pada Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada usia remaja seseorang sudah tidak bisa dianggap sebagai anak-anak yang belum mengerti banyak hal. Tetapi di sisi lain, usia remaja juga tidak dapat dianggap telah dewasa yang sudah dapat membedakan hal baik atau buruk. Pada masa ini, terjadi goncangan dalam diri seseorang dimana mereka cenderung melakukan perlawanan sehingga tidak jarang menimbulkan masalah bagi dirinya sendiri dan bagi masyarakat. Akan tetapi disisi lain, remaja sangat membutuhkan perhatian, pengertian, dan kasih sayang yang cukup dari orang tua dan masyarakat di sekelilingnya agar remaja tersebut merasa aman dan nyaman.
Seseorang yang telah memasuki masa remaja cenderung lebih suka bergaul dengan teman-teman seusianya di luar rumah daripada berdiam diri rumah. Remaja berusaha untuk menemukan identitas dirinya melalui kelompok masyarakat yang diikutinya. Mereka cenderung kritis dalam menghadapi suatu hal dan berusaha memahami sebab-akibat dari suatu hal yang sedang terjadi di masyarakat. Sikap kritis remaja ini dapat menimbulkan konflik atau pertentangan antara dirinya dengan orang tua atau orang-orang disekitarnya.
Pada usia remaja, emosi yang dimiliki cenderung labil. Perasaan gelisah, mudah tersinggung, kesal hati, tertekan, dan ingin marah adalah perasaan yang sering dimiliki remaja. Seorang remaja memiliki semangat membara untuk mencari pengalaman-pengalaman baru. Seorang remaja juga meminta pengakuan bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat dan ingin dilibatkan dalam pengambilan suatu keputusan. Sehingga, celaan dan kritikan yang ditujukan padanya selalu ditanggapi sungguh-sungguh dan menimbulkan perlawanan. Celaan dan kritik yang berlebih terhadap remaja dapat menyebabkan remaja tersebut kehilangan kepercayaandirinya dan pada akhirnya menarik diri dari lingkungan.

Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja merupakan perbuatan anak-anak yang melanggar norma sosial, norma hukum, norma kelompok dan mengganggu ketrentaman kelompok. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya. Kartono (ilmuan sosiologi) mengemukakan bahwa kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggrisnya dikenal dengan isltilah Juvenule delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mengembangkan bentuk perilaku menyimpang.
Pada dasarnya, istilah perilaku menyimpang ini hampir sama dengan istilah tindak kriminal. Bedanya, istilah tindak kriminal dipakai untuk orang yang sudah dianggap dewasa. Orang dewasa dianggap sudah memahami arti sebuah tanggung jawab pribadi dan sosial. Sehingga perbuatan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan dan dipikirkan secara matang. Sedangkan remaja dianggap sebagai seseorang yang belum matang dan sedang mencari identitas dirinya serta sedang mengalami perkembangan secara fisik maupun psikis. Sehingga, perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dapat dimaklumi dan diterima begitu saja.
Bentuk-bentuk kenakalan remaja antara lain sebagai berikut.
Ø  Kenakalan dalam keluarga
Remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka dengan melarang hal-hal tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.
Ø  Kenakalan dalam pergaulan
Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas.Menyeret remaja pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup berat.
Ø  Kenakalan dalam pendidikan
Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, mencontek, dll.

Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada remaja tersebut. Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh menjadi sosok yang bekepribadian buruk. Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai pengganggu dan orang yang tidak berguna. Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan. Yang dimaksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisai, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang sekitarnya.
Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal ini tentu sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan remaja tidak akan menyadari tentang beban keluarganya. Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas, hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.
Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan. Remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal. Mencuri demi uang atau merampok untuk mendapatkan barang berharga.

Kenakalan Remaja dalam Kegiatan Pembelajaran
Seperti yang telah diungkapkan di atas, kenakalan-kenalan remaja yang sering terjadi di sekolah atau di kelas antara lain membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dan mencontek. Kenakalan-kenalakan tersebut sangat mengganggu baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Bagi orang lain, kenakalan yang dilakukan sangat menggangu kegiatan belajar-mengajar yang berlangsung. Sedangkan bagi dirinya, kenakalan tersebut akan menyebabkan kegagalan dalam menempuh suatu jenjang pendidikan. Namun gaknya, anggapan bahwa kenakalan remaja menghambat keberhasilannya dalam menempuh pendidikan sudah hilang. Kenyataannya beberapa anak yang melakukan kenakalan-kenakalan di sekolah tetapi masih memiliki prestasi yang gemilang di sekolahnya.
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sebagai momok bagi sebagian besar siswa. Fisika hanya berisi rumus, hukum, dan postulat yang terkadang sulit dimengerti oleh siswa. Tidak sedikit siswa yang gagal pada mata pelajaran ini. Sehingga, mereka berusaha melakukan kecurangan saat ujian agar dapat dinyatakan lulus. Kecurangan tersebut dilakukan dengan mencontek. Mencontek saat ulangan, baik ulangan harian maupun ujian nasional merupakan kenakalan yang sangat memprihatinkan dan sering terjadi di kalangan remaja adalah.
Mencontek bukan lagi dianggap sebagai suatu hal yang tabu, bagi remaja mencontek menjadi sebuah keharusan. Tindakan mencontek tidak lagi dilakukan seorang siswa secara diam-diam tetapi dilakukan oleh sekelompok siswa dengan koordinasi yang baik dan rapi. Sehingga, guru tidak menyadari tindakan tersebut. Tidak sedikit siswa yang memaksa dan mengancam temannya untuk memberikan contekan. Siswa yang tidak mencontek atau memberi contekan akan dijauhi oleh teman-temannya. Celaan “sok pinter”, “sok bisa”, “sok suci” dan celaan lain akan meluncur dari mulut remaja dan ditujukan pada temannya yang menolak untuk mencontek atau dimintai contekan.
Praktik mencontek ini tidak lagi hanya dilakukan dengan mencontek pekerjaan temannya tetapi dengan cara-cara lain yang dianggap sangat aman baginya. Misalnya, menuliskan materi-materi yang diperkirakan akan keluar saat ujian pada selembar kertas kecil dengan tulisan yang tidak kalah kecil atau memotret catatannya sehingga dapat dibuka lagi ketika ujian. Pada mata pelajaran fisika, cara ini sangat sering dipakai siswa mengingat rumus-rumus yang cukup banyak dalam setiap materi yang diberikan. Dengan kemajuan teknologi, mencontek dapat dilakukan dengan browsing jawaban di Google atau berdiskusi melalui grup diskusi disalah satu jejaring sosial di dunia maya. Dengan berdalih menggunakan fitur kalkulator dari handphone mereka, siswa mengakses internet melalui handphone dengan aman tanpa dicurigai guru.
Sebenarnya mencontek merupakan sebuah kecurangan yang tidak dapat ditolerir. Mencontek, secara disadari maupun tidak, telah mengikis nilai-nilai kejujuran dalam diri remaja. Remaja telah membohongi dirinya, gurunya, orang tuanya dan orang-orang di sekitarnya. Seorang teman penulis pernah berkata,” Untuk apa bangga dengan nilai bagus, la wong ulangan saya itu hasil mencontek”. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebenarnya siswa sadar bahwa mencontek bukan perbuatan baik.
Pada kasus lain, ditemui seorang siswa yang belum puas dengan nilai yang diperolehnya dengan memprotes cara guru menilai. Padahal saat ujian, siswa tersebut hanya mencontek. Dengan penuh percaya diri, dia membawa kertas ulangannya dan kertas ulangan temannya sebagai pembanding. Dari kasus tersebut, mencontek tdak hanya mengikis nilai kejujuran tetapi juga mengikis budaya malu dalam diri siswa. Bahkan, siswa dengan gamblang dan bangga mengaku mencontek saat ujian. Budaya jujur dan malu telah banyak ditinggalkan oleh remaja saat ini. Padahal, budaya jujur dan malu merupakan bekal penting yang harus dimiliki setiap individu agar mampu bersaing di dunia luar.
Perbuatan mencontek yang telah membudaya dewasa ini, tidak murni kesalahan siswa dalam hal ini remaja yang melakukan tetapi juga pada guru. Dapat dikatakan demikian karena berdasarkan pengalaman yang dialami penulis selama mengikuti jenjang pendidikan dari sekolah dasar hingga di bangku kuliah, tidak sedikit guru yang membiarkan siswanya melakukan kecurangan saat ulangan. Dengan jelas, seorang guru meninggalkan ruangan saat ujian untuk membiarkan siswanya mencontek jawaban temannya. Walaupun guru memberikan teguran, teguran tersebut hanya sebatas peringatan yang seringkali tidak digubris oleh siswa. berdasarkan pengalaman penulis, masih ada guru yang dengan tegas meminta lembar jawaban dari dua orang siswa yang mencontek.
Apabila perbuatan mencontek dapat ditolerir, maka siswa akan menganggap bahwa kecurangan dapat dimaafkan. Lalu, apa yang akan dilakukan siswa kelak saat dia dewasa? Bukankah hal tersebut dapat menyebabkan perbuatan korupsi, menipu dan perilaku menyimpang lain disamakan dengan mencontek yang dapat ditolerir. Padahal untuk orang dewasa, perilaku menyimpang tersebut sudah dikategorikan sebagai tindak kriminal yang dapat dituntut secara hukum.
Mengingat, di jaman modern ini, segala sesuatu berjalan begitu cepat. Begitu juga dengan perkembangan remaja. Remaja seharusnya sudah dianggap sebagai pribadi yang cukup tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi dirinya. Jelas perbuatan mencontek bukanlah perbuatan yang baik. Sehingga, perlu diberikan sebuah hukuman bagi pelaku mencontek ini agar kelak siswa tidak mengulangi perbuatan ini. Kenyataannya, hukuman sekarang ini bukan menjadi sesuatu yang menakutkan bagi siswa. Hukuman bagi siswa adalah sesuatu yang perlu dijalani tanpa perlu dimaknai. Apalagi apabila hukuman itu dijalani bersama siswa lain yang senasib. Mereka mengganggap hal tersebut bukan sesuatu yang memalukan karena bukan hanya dirinya yang mengalami hal tersebut.

Upaya Mengatasi Kenakalan Remaja
Tingginya kasus mencontek di kalangan siswa memang sangat meresahkan masyarakat mengingat siswa merupakan harap untuk meneruskan cita-cita bangsa. Untuk itu, budaya mencontek di kalangan siswa harus dapat diatasi sedini mungkin. Tidak dapat dipungkiri bahwa mengatasi perbuatan mencontek bukan suatu perkara mudah karena berkaitan dengan kesadaran diri siswa.
Untuk mengatasi keadaan yang demikian, banyak yang mengusulkan dikembalikannya lagi pendidikan budi pekerti dengan memasukkannya sebagai salah satu mata pelajaran seperti pernah terjadi dalam sejarah kurikulumnasional pada 1947 ( Koesoema, 2009). Pada dasarnya, pendidikan budi pekerti untuk memasukkan nilai-nilai moral dan nilai-nilai Pancasila sangat perlu diberikan kepada siswa. Menurut penulis, pembelajaran karakter  tersebut sebenarnya sudah menjadi salah satu materi pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Lalu apakah yang terjadi? Materi itu hanya dianggap sebagai salah satu materi yang perlu dihapal saat mendekati ulangan dan segera dilupakan setelah ulangan selesai. Sementara itu, tidak ada perubahan sikap yang terjadi pada siswa seperti yang diharapkan.
Pendidikan budi pekerti atau karakter ini, menurut penulis, tidak perlu diberi melalui mata pelajaran khusus akan tetapi dimasukkan secara implisit dalam setiap kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Di Indonesia, pendidikan karakter sedang digalakkan oleh para pelaku pendidikan. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan (sumber : http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/05/artikel-pendidikan-konsep-pendidikan.html ).
Guru merupakan orang yang turun turun langsung dalam mengelola mata pelajaran, mengatur proses pembelajaran di kelas serta penilaiannya, dan melaksanakan aktivitas di sekolah. Jadi jelas bahwa, guru berperan penting dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah. Guru yang dimaksud disini tidak hanya guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan guru Bimbingan dan Konseling tetapi seluruh guru di sekolah dari kepala sekolah hingga guru olah raga. Dalam mata pelajaran fisika pun, pendidikan karakter juga dapat disampaikan secara implisit dalam setiap kegiatan pembelajaran yang berlangsung.
Dalam melaksanakan pendidikan karakter, hal paling utama yang harus dilakukan adalah memperjelas visi guru dalam melakukan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Seorang guru harus benar-benar memahami visi yang dimilikinya sehingga mampu menjiwai kinerjanya. Selain itu, perlu juga inspirasi yang dapat menjadi motivasi dan arah pasti bagi kinerjanya.
Ditengah perkembangan teknologi dan informasi, guru dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan dan perubahan tersebut. Di samping itu, guru harus mampu memegang teguh nilai-nilai sosial dan masyarakat agar tidak tergerus arus globalisasi yang semakin cepat. Seperti halnya yang tertuang dalam sebaris lirik lagu ciptaan Sartono “Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan”, guru seharusnya dapat membimbing siswanya untuk menghindari perbuatan-perbuatan menyimpang.
Setelah guru mampu memahami visi dan inspirasi dalam kinerjanya, hal kedua yang dapat dilakukan adalah merancang kegiatan pembelajaran dengan memasukkan nilai-nilai sosial tersebut secara implisit. Guru sebaiknya menyampaikan tujuan yang ingin dicapai pada mata pelajarannya dan peraturan yang harus dipatuhi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Peraturan yang dibuat guru, tidak hanya disampaikan untuk didengar oleh siswa, tetapi juga dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan oleh siswa. Guru juga memberi siswa kesempatan untuk memberikan pendapat mengenai peraturan yang dibuat guru. Sehingga, ada kesepakatan yang antara guru dan siswa serta tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Hal terakhir dan sangat penting yang harus dilakukan, baik oleh guru maupun siswa, adalah menaati peraturan yang telah disepakati sebelumnya. Guru pun juga harus menepati peraturan yang telah dibuat karena pada dasarnya pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Apabila guru selalu menaati peraturan yang ada, siswa akan merasa malu bila tidak menaati peraturan tersebut.
Untuk mencegah perbuatan mencontek, guru seharusnya dapat lebih tegas dalam memberi peraturan untuk mengikuti ulangan pada mata pelajaran yang diajarkannya. Misal dengan memberikan hukuman dengan tegas bagi siswa yang mencontek. Guru dengan tegas tidak mentolerir siswa yang telah mencontek. Guru memberikan reward kepada siswa yang dengan berani dan jujur melaporkan tindak kecurangan yang dilakukan temannya kepada guru. Sedangkan guru memberikan hukuman langsung kepada siswa yang mencontek dengan mengambil kertas jawabannya dan menyuruh siswa tersebut keluar dari kelas. Siswa yang mencontek diberi nilai nol untuk ulangan pertama. Bila teman lain diberi kesempatan dua kali remidi untuk nilai jelek maka siswa mencontek hanya diberi satu kali kesempatan remidi.
Dengan memberikan reward kepada siswa yang melaporkan kecurangan ulangan ini, akan memupuk nilai jujur dalam diri siswa. Mungkin pada awalnya, akan timbul keraguan dalam diri siswa untuk melaporkan temannya, tetapi dengan reward yang menarik siswa akan dengan senang hati melaporkan kecurangan yang terjadi. Apabila, tindakan ini dilakukan terus-menerus selama pembelajaran berlangsung, maka perbuatan tersebut akan menjadi kebiasaan baru bagi siswa.
Sedangkan memberikan hukuman kepada siswa mencontek diharapkan dapat memberikan efek jera kepada siswa. Sehingga, siswa memahami bahwa mencontek saat ulangan adalah perbuatan yang tidak baik. Jenis hukuman yang diberikan kepada siswa mencontek ini perlu dibedakan untuk setiap siswa agar siswa merasa malu karena telah mendapat hukuman. Bila hukuman yang diberikan sama bagi semua siswa yang mencontek, maka hukuman tersebut tidak lagi dapat memberi efek jera dan menimbulkan rasa malu dalam diri siswa. Hal ini dikarenakan siswa merasa bahwa bukan hanya dia yang mendapat dukungan dan berdalih “tidak masalah dihukum, banyak temannya”.
Hukuman yang diberikan tidak sekedar meminta siswa keluar dari kelas. Tetapi hukuman lain di luar jam pelajaran, misalnya menyapu halaman ada jam istrirahat, membersihkan toilet, membersihkan taman, memotong rumput, lari keliling lapangan, membantu ibu kantin, atau hukuman lain yang memberi manfaat lain bagi siswa. Hukuman-hukuman seperti itu dapat membuat siswa merasa malu kepada temannya sehingga tidak ingin mengulangi perbuatan tersebut. Bagi siswa lain, hukuman tersebut memberikan pengertian bahwa perbuatan mencontek saat ulangan bukan perbuatan baik dan menyebabkan dirinya merasa dipermalukan.
Untuk memberikan hukuman tersebut, sebaiknya guru melihat karakter dari siswa. Diharapkan dengan hukuman yang diberikan terdapat perubahan tingkah laku dalam diri siswa, bukan muncul perasaan dendam kepada guru. Misalnya, untuk siswa putri hukuman yang tepat adalah membersihkan taman atau membantu ibu kantin. Sedangkan hukuman untuk siswa putra adalah lari keliling lapangan atau menyapu halaman sekolah.
Upaya mengatasi kenakalan-kenakalan remaja memang telah banyak dilakukan oleh masyarakat utamanya pelaku pendidikan. Tidak dipungkiri sulit untuk mengubah perilaku menyimpang yang telah menjadi berubah menjadi sebuah kebiasaan. Akan tetapi, remaja adalah sosok yang sedang mencari identitas diri. Sehingga, sebagai guru hendaklah membimbing, mendampingi, mendorong, dan memfasilitasi remaja untuk menemukan identitas diri yang tidak menyimpang dari nilai-nilai sosial dan masyarakat. Apabila reward dan hukuman (punishmen) dirasa belum cukup untuk mengatasi kenakalan remaja maka pendekatan secara personal perlu dilakukan oleh guru. Karena seperti pada salah satu syair Himne Guru yang lain “Engkau sabagai pelita dalam kegelapan”, guru dapat berperan sebagai orang tua, guru, saudara, dan sahabat bagi remaja yang sedang dalam pencarian tersebut. (Lyta Perwitasari)

Referensi

Anakciremai. 2009. “Gejala Kenakalan Siswa Remaja Akhir-Akhir Ini Di Tinjau Dari Sosialogi Pendidikan” dalam http://www.anakciremai.com/2009/07/gejala-kenakalan-siswa-remaja-akhir_20.html, diakses 19 Juni 2012.
Anneahira. 2011. “Akibat Kenakalan Remaja” dalam http://belajarpsikologi.com/akibat-kenakalan-remaja/, diakses 19 Juni 2012.
Ardiansyah, Muhammad Asrori. 2012. “Artikel Pendidikan: Konsep Pendidikan Karakter” dalam http://kabar-pendidikan.blogspot.com/2011/05/artikel-pendidikan-konsep-pendidikan.html, diakses 21 Juni 2012.
Partowisastro, H. Koestoer. 1983. Dinamika dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga.
Mulyono, Y Bambang. 1984. Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya. Yogyakarta:Kanisius.
Koesoema, Doni. 2009. Pendidikan Karakter di Zaman Keblinger. Jakarta: Grasindo.