Jumat, 11 Januari 2013

Pestisida dan Lingkungan


Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kosakata bahasa Inggris, Pesticide, yang terdiri dari kata pest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/beracun. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.
Pada umumnya, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain, misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer, atrakan untuk pengumpan, dan bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa (Faizal, 2010):
  • tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya
  • hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan
  • pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu
Selain diatur pada dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, penyimpanan dan penggunaan pestisida juga diatur pada Kepmentan No. 280/1973 tentang pendaftaran, aplikasi dan lisensi pestisida; Permentan No. 429/1973 tentang pengepakan dan pelabelan pestisida; Kepmentan No. 944/1984 tentang pembatasan pestisida; UU No. 12/1992 tentang budidaya pertanian; Kepmentan No. 6/1995 tentang perlindungan tanaman; dan Kepmentan No. 01/2006 tentang rekomendasi pemupukan dan penghematan pupuk.
Menurut The United States Enviromental Pesticide Control Act, pestisida dapat didefinisikan sebagai berikut.
Ø  Semua  zat  atau  campuran  zat  yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri,  jasad  renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
Ø  Semua zat  atau  campuran  zat  yang  digunakan  untuk mengatur  pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
Pestisida berguna untuk mengendalikan berbagai hama serta mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan hasil pertanian.
Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.

Sejarah Pestisida

Pestisida merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung keberhasilkan peningkatan produksi pangan, terutama pangan. Pestisida pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Cina pada tahun 900 M, dengan memakai senyawa arsenat. Bangsa Cina menggunakan pestisida dengan bahan arsenat untuk kegiatan pertaniaannya.
Karena belum ada penemuan-penemuan baru, penggunaan pestisida dengan bahan arsenat ini bertahan cukup lama meskipun hama-hama juga sudah menunjukkan kekebalan terhadap pestisida jenis ini. Hingga pada tahun 1960, secara tidak sengaja racun tembakau mulai dipakai sebagai bahan pestisida dan diperkenalkan pada masyarakat Eropa. Dengan pembuatan dan metode yang masih sederhana tembakau mulai dipakai untuk bahan psetisida. Tembakau direndam didalam air selama satu hari satu malam, baru kemudian dipakai untuk menyemprot atau disiramkan pada tanaman.
Ternyata racun nikotin pada tembakau cukup efektif pula sebagai obat sekaligus racun pembasmi hama. Berbeda dengan di daratan eropa, daerah Malaysia dan sekitarnya menggunakan bubuk pohon deris, yang mengandung bahan aktif Rotenon sebagai zat pembunuh. Disamping itu juga dipakai bahan aktif Pirenthin I dan II, dan Anerin I dan II, yang diperoleh dari bunga Pyrentrum Aneraria Forium.
Semenjak diketemukannya bahan-bahan  aktif dari tumbuh-tumbuhan tersebut, perkembangan pestisida semakin melonjak. Berbagai upaya pemikiran mulai dilontarkan untuk mendapatkan jenis-jenis pestisida baru yang lebih ampuh. Barulah kemudian diketemukan pestisida sintetis dari senyawa Dinitro dan Thiosianat.
Karena bahan-bahan yang telah digunakan pada pestisida yang telah dikembangkan dirasa belum memuaskan maka tercipta DDT (Dicholro Diphenil Trichloroetana) pada tahun 1874 oleh seorang warga negara Jerman, Zeidler. Pada akhirnya pembuatan  DDT berkembang pesat di industri pestisida. Dan semenjak itu makin banyak pestisida sintetis buatan manusia,  baik yang betul-betul berbeda dengan DDT, maupun derivat-derivatnya.

Penggolongan Pestisida
Ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan, tumbuhan maupun jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme pengganggu tananam (OPT).  Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda karena itu dikenal banyak macam pestisida.  Pestisida  dapat  digolongkan  menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya.
Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001):
1.      Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.
2.      Fungisida  adalah  bahan  yang mengandung  senyawa  kimia  beracun  dan  bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3.      Bakterisida. Disebut bakterisida karena senyawa  ini mengandung bahan aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
4.      Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
5.      Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida  adalah  bahan  yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.
6.      Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
7.      Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah  telanjang, sumpil, bekicot, serta  trisipan yang banyak  terdapat di tambak.
8.      Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

Sedangkan jika dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1.      Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
2.      Racun kontak
Pestisida jenis racun kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas.
3.      Racun gas
Jenis  racun yang  disebut  juga  fumigant  ini  digunakan  terbatas  pada  ruangan- ruangan tertutup.

Menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan
Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. Umumnya  golongan  ini mempunyai  sifat: merupakan  racun yang  universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.

Golongan organophosfat misalnya diazonin dan basudin Golongan  ini mempunyai  sifat-sifat sebagai berikut  : merupakan  racun  yang tidak  selektif  degradasinya  berlangsung  lebih  cepat  atau  kurang  persisten  di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia  dari pada organokhlor.
  1. Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain. Golongan  ini mempunyai  sifat  sebagai berikut  : mirip dengan  sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi  namun  pestisida  ini  aman  untuk  hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
  2. Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC. Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
  3. Pyretroid. Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap  sinar matahari  dan  sangat  beracun  bagi  serangga  adalah  :  difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
  4. Fumigant. Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan  gas  yang mengandung  halogen  yang  radikal  (Cl, Br,  F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
  5. Petroleum. Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.
  6. Antibiotik. Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.

Penggolongan pestisida menurut asal dan sifat kimianya, terbagi menjadi:
1.      sintetik
a.       Anorganik : garam-garam beracun, seperti arsenat, fluorida, tembaga sulfat dan garam mercuri.
b.      Organik :
·         Organo klorin: DDT, BHC, Clordane, Endrin, dll.
·         Heterosiklik: kepone, mirex, dll
·         Organofosfat: malathion, biothion
·         Karbamat: furadan, sevin
·         Dinitrofenol: dinex
·         Thiosianat: lethane
·         Sulfonat, sulfida, sulfon, Metilbromida, dll.
2.      Hasil alam : Nikotinoida, Piretroinoida, Rotenoida, dll.
Dari segi racunnya, pestisida dapat dibedakan atas:
·         Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
·         Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas
·         Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama akan mati kalau mengisap cairan tanaman.
·         Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.

Formulasi Pestisida

Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai macam. Formulasi ini perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan dengan ketersediaan alat yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2001).
1.      Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk  tepung kering yang hanya  terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang, atau dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak  sebagai  karier, atau dicampur bahan-bahan  organik seperti  walnut,  talk.  Dalam  penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan menggunakan alat khusus yang disebut duster.
2.      Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang mudah menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan  disekitar  perakaran atau dicampur dengan media  tanaman.
3.      Tepung yang dapat disuspensi dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering agak pekat ini belum dapat secara langsung digunakan  secara  langsung  untuk memberantas  jasad  sasaran,  harus  terlebih dulu  dibasahi  air. Hasil  campurannya  dengan  air  disebut  suspensi.  Pestisida jenis  ini  tidak  larut dalam  air, melainkan hanya  tercampur  saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot digoyang-goyang.
4.      Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air jadi dalam penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya dilakukan sekali pada waktu pencampuran.
5.      Suspensi (flowable concentrate = F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut serbuk yang dicampur dengan  sejumlah  kecil  air.  Hasilnya  adalah  seperti pasta yang disebut campuran pasta.
6.      Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam penggunannya, biasanya  dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi.
7.      Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan jenis khusus dari formulasi S(solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang  larut  dalam solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi  tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8.      Solution(S)
Solution merupakan  formulasi yang  dibuat  dengan  melarutkan  pestisida  ke dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara  langsung tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.
9.      Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca, atau perkarangan.
10.  Umpan beracun (Poisonous Bait = B)
Umpan  beracun merupakan  formulasi  yang  terdiri  dari  bahan  aktif  pestisida digabungkan dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.
11.  Powder concentrate (PC)
Formulasi  ini berbentuk  tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan dipasang di luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas tikus.
12.  Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi  ini berbentuk  segi  empat  (blok) besar dengan bobot 300gram dan blok kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan beracun siap pakai untuk tikus.
13.  Pekatan yang dapat larut dalam air (Water Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk cairan yang larut dalam air. Hasil pengecerannya dengan air disebut larutan.
14.  Seed Treatment (ST)
Formulasi  ini  berbentuk  tepung.  Penggunaanya  dicampurkan  dengan  sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan formulasi ini.

Residu Pestisida
Dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya.
Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.

Dampak Penggunaan Pestisida
Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap kesehatan manusia. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya :
1)      Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi (bioakumulasi);
2)      Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis burung itu akan punah;
3)      Ada kemungkinan munculnya hama spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan lingkungan kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya (Aditya, 2010).
Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah. Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah.
Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada disekitar lahan pertanian. Jika  pestisida  digunakan,  akan  menghasilkan  sisa-sisa  air yang mengandung pestisida. Air yang mengandung pestisida ini akan mengalir melalui sungai atau aliran irigasi (Dhavie, 2010).
Penggunaan  pestisida  oleh  petani  dapat  tersebar  di  lingkungan  sekitarnya;  air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan dan terlebih manusia.
Penurunan  kualitas  air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi  langsung dari masuknya pestisida ke dalam  lingkungan. Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida  akan  mengalami  proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi. Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain  pada  itu  masuknya  pestisida diudara disebabkan oleh driff yaitu  proses  penyebaran  pestisida  ke  udara  melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara  alami pada  tanah makin  terdesak dan  sulit melakukan  regenerasi hingga mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004)
Pestisida dapat berkontribusi dengan polusi udara. Penimbunan pestisida terjadi ketika pestisida tergantung di udara sebagai partikel yang dibawa oleh angin ke daerah lain dan berpotensi mencemari lingkungan. Pestisida yang diterapkan untuk tanaman dapat menguap dan mungkin tertiup oleh angin ke sekitarnya sehingga berpotensi menjadi ancaman bagi satwa liar. Selain itu, tetesan pestisida yang disemprot atau partikel dari pestisida digunakan sebagai debu mungkin dapat terbawa angin ke daerah lain, atau pestisida dapat menempel pada partikel yang berhembus dalam angin, seperti partikel debu.
Pestisida yang disemprotkan pada ladang dan digunakan untuk fumigasi tanah dapat mengeluarkan zat kimia yang disebut senyawa organik yang mudah menguap yang dapat bereaksi dengan bahan kimia lainnya dan membentuk polutan yang disebut ozon troposfer. Penggunaan pestisida menyumbang sekitar 6 persen dari total tingkat ozon troposfer.

Pencegahan Pencemaran Pestisida

Bagaimanapun juga pestisida adalah racun. Kerugian yang ditimbulkan oleh pestisida, sangat merugikan manusia. Manusia harus bertanggung jawab terhadap kerusakan yang timbul, karena semua kegiatan  pencegahan hama adalah hasil karya manusia dan di tujukan untuk pemenuhan kebutuhannya. Manusia adalah pelaku utama pemberantasan hama. Karena itu selain perlindungan terhadap tanah, air, dan hewan lainnya dari bahaya pestisida, perlindungan pertama justru harus diberikan terhadap manusia.
Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida adalah dengan tidak menggunakan pestisida sebagai pemberantas  hama. Mengingat akibat sampingan yang terlalu berat atau bahkan menyebabkan rusaknya lingkungan dan merosotnya hasil panen, penggunaan pestisida mulai dikurangi. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk mencegah atau mengurangi serangga hama antara lain:
*      pengaturan jenis tanaman dan waktu tanam,
*      memilih varietas yang tahan lama,
*      memanfaatkan musuh-musuh alami serangga,
*      penggunaan hormon serangga,
*      pemanfaatan daya tarik seks pada serangga
*      sterilisasi

Cara-cara tersebut di atas memang tidak memiliki efek yang cepat dan merata dibanding pestisida. Karenanya bila dibutuhkan pemberantasan hama yang sifatnya segera, penggunaan pestisida memang merupakan pilihan yang paling baik dan tepat.Jika memang pestisidalah yang digunakan, tindakan pencegahan terhadap pencemaran atau keracunan yang mungkin timbul antara lain:
*      Ketahuilah atau pahamilah dengan yakin tentang kegunaan dari suatu jenis pestisida. Jangan sampai terjadi salah berantas.misalnya herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah atau tanaman telah terlanjur tercemar.
*      Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
*      Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida, tanyakan pada penyuluh apakah sudah saatnya digunakan pestisida, karena belum tentu suatu jenis hama harus diberantas dengan pestisida.
*      Jangan telat memberantas hama. Jika penyuluh sudah menganjurkan untuk menggunakan pestisida, cepatlah dilakukan. Dengan semakin meluasnya hama akan membutuhkan penggunaan pestisida dalam jumlah besar, ini berarti hanya akan memperbesar peluang terjadinya pencemaran.
*      Jangan salah pakai pestisida. Selain satu jenis pestisida biasanya hanya digunakan untuk suatu jenis hama tertentu, terkadang usia tanaman yang berbeda menghendaki jenis pestisida yang berbeda pula
*      Pahamilah dengan baik cara pemakaian pestisida. Jangan sampai tercecer di sekitar tanaman.
*      Jika pestisida yang akan digunakan harus dibuat larutan terlebih dahulu, gunakan tempat yang khusus untuk itu. Pada waktu mengaduk, larutan jangan sampai tercecer ke tempat lain. Perhatikan dengan tepat jumlah larutan yang dibuat agar tidak terdapat sisa setelah pemakaian.


Referensi:
Anonim. Dampak Penggunaan Pestisida. http://enisangsutradara99.blogspot.com/2012/02/dampak-penggunaan-pestisida.html (diakses pada minggu, 11 Desember 2012)
Anonim. Pencemaran Tanah Akibat Penggunaan Pestisida Pada Kegiatan Pertanian. http://srwahyuni.blogspot.com/2008/11/pencemaran-tanah-akibat-penggunaan.html (diakses pada minggu, 11 Desember 2012)
Azis Wahid. Dampak Pestisisda Terhadap Lingkungan.
Irsal Las, K. Subagyono, Dan A.P. Setiyanto. Isu Dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian
Pohan. Pestisida Dan Pencemarannya. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Rudi C Tarumingkeng. Pestisida dan Penggunaannya. http://www.scribd.com/doc/3116466/PESTISIDA-DAN-PENGGUNAANNYA (diakses pada minggu, 24 November 2012)
Fatmawati. Makalah Perlindungan Tanaman. http://coretanfhatma.blogspot.com/2012/05/makalah-perlindungan-tanaman-dampak.html (diakses pada minggu, 25 November 2012)
Edowart Sitorus. Pengaruh Pestisida terhadap Lingkungan. http://edowart-ferdiansyah.blogspot.com/2011/02/pengaruh-pestisida-terhadap-lingkungan.html (diakses pada minggu, 25 November 2012)