Pengertian
Pestisida
Pestisida berasal dari
kosakata bahasa Inggris, Pesticide,
yang terdiri dari kata pest yang
berarti hama dan cide yang berarti
mematikan/beracun. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk
membunuh jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang
diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya.
Pada umumnya, pestisida digunakan
bersama-sama dengan bahan lain, misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya,
air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan
penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer, atrakan untuk
pengumpan, dan bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun.
Untuk melindungi
keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam
hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran,
penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun
1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa (Faizal, 2010):
- tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya
- hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan
- pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu
Selain diatur pada dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973, penyimpanan dan
penggunaan pestisida juga diatur pada Kepmentan No. 280/1973 tentang
pendaftaran, aplikasi dan lisensi pestisida; Permentan No. 429/1973 tentang
pengepakan dan pelabelan pestisida; Kepmentan No. 944/1984 tentang pembatasan
pestisida; UU No. 12/1992 tentang budidaya pertanian; Kepmentan No. 6/1995
tentang perlindungan tanaman; dan Kepmentan No. 01/2006 tentang rekomendasi
pemupukan dan penghematan pupuk.
Menurut The United States Enviromental Pesticide
Control Act, pestisida dapat didefinisikan sebagai berikut.
Ø Semua zat atau
campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan,
mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma,
virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus,
bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
Ø Semua zat atau campuran
zat yang digunakan
untuk mengatur pertumbuhan tanaman
atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004).
Pestisida berguna untuk
mengendalikan berbagai hama serta mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan
tanaman atau bagian-bagian tanaman sehingga dapat memaksimalkan hasil
pertanian.
Pestisida tidak hanya
berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian
saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan
kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga
untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu
kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap
atau gangguan serangga yang lain.
Sejarah Pestisida
Pestisida merupakan salah
satu komponen penting dalam mendukung keberhasilkan peningkatan produksi
pangan, terutama pangan. Pestisida pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Cina
pada tahun 900 M, dengan memakai senyawa arsenat. Bangsa Cina menggunakan
pestisida dengan bahan arsenat untuk kegiatan pertaniaannya.
Karena belum ada
penemuan-penemuan baru, penggunaan pestisida dengan bahan arsenat ini bertahan
cukup lama meskipun hama-hama juga sudah menunjukkan kekebalan terhadap
pestisida jenis ini. Hingga pada tahun 1960, secara tidak sengaja racun
tembakau mulai dipakai sebagai bahan pestisida dan diperkenalkan pada masyarakat
Eropa. Dengan pembuatan dan metode yang masih sederhana tembakau mulai dipakai
untuk bahan psetisida. Tembakau direndam didalam air selama satu hari satu
malam, baru kemudian dipakai untuk menyemprot atau disiramkan pada tanaman.
Ternyata racun nikotin pada
tembakau cukup efektif pula sebagai obat sekaligus racun pembasmi hama. Berbeda
dengan di daratan eropa, daerah Malaysia dan sekitarnya menggunakan bubuk pohon
deris, yang mengandung bahan aktif Rotenon sebagai zat pembunuh. Disamping itu
juga dipakai bahan aktif Pirenthin I dan II, dan Anerin I dan II, yang
diperoleh dari bunga Pyrentrum Aneraria Forium.
Semenjak diketemukannya
bahan-bahan aktif dari tumbuh-tumbuhan
tersebut, perkembangan pestisida semakin melonjak. Berbagai upaya pemikiran
mulai dilontarkan untuk mendapatkan jenis-jenis pestisida baru yang lebih
ampuh. Barulah kemudian diketemukan pestisida sintetis dari senyawa Dinitro dan
Thiosianat.
Karena bahan-bahan yang
telah digunakan pada pestisida yang telah dikembangkan dirasa belum memuaskan maka
tercipta DDT (Dicholro Diphenil Trichloroetana) pada tahun 1874 oleh seorang
warga negara Jerman, Zeidler. Pada akhirnya pembuatan DDT berkembang pesat di industri pestisida.
Dan semenjak itu makin banyak pestisida sintetis buatan manusia, baik yang betul-betul berbeda dengan DDT,
maupun derivat-derivatnya.
Penggolongan
Pestisida
Ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di
pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan, tumbuhan
maupun jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang
berpotensi sebagai organisme pengganggu tananam (OPT). Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan
daya kerja yang berbeda-beda karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida
dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada
kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan,
berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan
bentuknya.
Penggolongan pestisida
berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu (Wudianto, 2001):
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa
kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.
2. Fungisida
adalah bahan yang mengandung senyawa
kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan.
3. Bakterisida. Disebut bakterisida karena
senyawa ini mengandung bahan aktif beracun
yang bisa membunuh bakteri.
4. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan
nematoda/cacing.
5. Akarisida atau sering juga disebut dengan
mitisida adalah bahan
yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau,
caplak, dan laba-laba.
6. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa
kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat,
misalnya tikus.
7. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh
moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah
telanjang, sumpil, bekicot, serta
trisipan yang banyak terdapat di
tambak.
8. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang
dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
Sedangkan jika dilihat dari
cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi
tiga golongan, yaitu (Ekha, 1988):
1. Racun perut
Pestisida yang termasuk golongan
ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat
dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut.
2. Racun kontak
Pestisida jenis racun
kontak, membunuh hewan sasaran dengan masuk ke dalam tubuh melalui kulit,
menembus saluran darah, atau dengan melalui saluran nafas.
3. Racun gas
Jenis racun yang
disebut juga fumigant
ini digunakan terbatas
pada ruangan- ruangan tertutup.
Menurut Dep.Kes RI Dirjen
P2M dan PL 2000 dalam Meliala 2005, berdasarkan struktur kimianya pestisida
dapat digolongkan
Golongan organochlorin misalnya DDT, Dieldrin,
Endrin dan lain-lain. Umumnya
golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang
universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
- Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain. Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
- Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC. Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP(Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengan kebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
- Pyretroid. Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
- Fumigant. Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
- Petroleum. Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.
- Antibiotik. Misanya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.
Penggolongan pestisida menurut asal dan sifat kimianya,
terbagi menjadi:
1.
sintetik
a.
Anorganik : garam-garam
beracun, seperti arsenat, fluorida, tembaga sulfat dan garam mercuri.
b.
Organik :
·
Organo klorin: DDT, BHC,
Clordane, Endrin, dll.
·
Heterosiklik: kepone, mirex,
dll
·
Organofosfat: malathion,
biothion
·
Karbamat: furadan, sevin
·
Dinitrofenol: dinex
·
Thiosianat: lethane
·
Sulfonat, sulfida, sulfon,
Metilbromida, dll.
2.
Hasil alam : Nikotinoida,
Piretroinoida, Rotenoida, dll.
Dari segi racunnya, pestisida dapat dibedakan atas:
·
Pestisida kontak, berarti mempunyai
daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
·
Pestisida fumigan, berarti
mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas
·
Pestisida sistemik, berarti
dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama akan mati
kalau mengisap cairan tanaman.
·
Pestisida lambung, berarti
mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
Formulasi Pestisida
Bentuk pestisida yang merupakan formulasi ada berbagai
macam. Formulasi ini perlu dipertimbangkan sebelum membeli untuk disesuaikan
dengan ketersediaan alat yang ada, kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya
(Wudianto, 2001).
1.
Tepung hembus, debu (dust=D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang, atau
dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak
sebagai karier, atau dicampur
bahan-bahan organik seperti walnut,
talk. Dalam penggunaannya pestisida ini harus dihembuskan
menggunakan alat khusus yang disebut duster.
2.
Butiran (Granula=G)
Pestisida ini berbentuk butiran
padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan butiran yang
mudah menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau dibenamkan disekitar
perakaran atau dicampur dengan media tanaman.
3.
Tepung yang dapat disuspensi
dalam air (wettablebpowder = WP)
Pestisida berbentuk tepung kering
agak pekat ini belum dapat secara langsung digunakan secara
langsung untuk memberantas jasad
sasaran, harus terlebih dulu
dibasahi air. Hasil campurannya
dengan air disebut
suspensi. Pestisida jenis ini
tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur
saja. Oleh karena itu, sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau
tangki penyemprot digoyang-goyang.
4.
Tepung yang larut dalam air
(water-soluble powder = SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip
dengan bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan air. Perbedaanya jenis ini
larut dalam air jadi dalam penggunaanya dalam penyemprotan, pengadukan hanya
dilakukan sekali pada waktu pencampuran.
5.
Suspensi (flowable concentrate
= F)
Formulasi ini merupakan campuran
bahan aktif yang ditambahkan pelarut serbuk yang dicampur dengan sejumlah
kecil air. Hasilnya
adalah seperti pasta yang disebut
campuran pasta.
6.
Cairan (emulsifiable = EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan
pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan perantara emulsi. Dalam
penggunannya, biasanya dicampur dengan
bahan pelarut berupa air. Hasil pengecerannya atau cairan semprotnya disebut
emulsi.
7.
Ultra Low Volume (ULV)
Pestisida bentuk ini merupakan
jenis khusus dari formulasi S(solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau
bentuk padat yang larut dalam solven minimum. Konsentrat ini
mengandung pestisida berkonsentrasi
tinggi dan diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8.
Solution(S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat
dengan melarutkan pestisida
ke dalam pelarut organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu
secara langsung tanpa perlu dicampur
dengan bahan lain.
9.
Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang
terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah dengan zat pelarut yang mudah
menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam kaleng yang diberi tekanan gas
propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah tangga, rumah kaca,
atau perkarangan.
10.
Umpan beracun (Poisonous Bait =
B)
Umpan beracun merupakan formulasi
yang terdiri dari
bahan aktif pestisida digabungkan dengan bahan lainnya
yang disukai oleh jasad pengganggu.
11.
Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk
tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan dipasang di luar rumah.
Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas
tikus.
12.
Ready Mix Bait (RMB)
Formulasi ini berbentuk
segi empat (blok) besar dengan bobot 300gram dan blok
kecil dengan bobot 10-20 gram serta pellet. Formulasi ini berupa umpan beracun
siap pakai untuk tikus.
13.
Pekatan yang dapat larut dalam
air (Water Soluble Concentrate = WSC)
Merupakan formulasi berbentuk
cairan yang larut dalam air. Hasil pengecerannya dengan air disebut larutan.
14. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung.
Penggunaanya dicampurkan dengan
sedikit air sehingga terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih
digunakan formulasi ini.
Residu Pestisida
Dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal
istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah
bahan kimia pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera
setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan
kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda dengan
implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya.
Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini
kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi
enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida
dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan
residu pestisida mengikuti hukum kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan
menghilangnya pestisida berhubungan dengan banyaknya pestisida yang diaplikasi
(deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua tahapan reaksi, yakni
proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau
sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi).
Terjadinya dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan
dipindahkan ke tempat lain sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat
semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari proses pengrusakan
dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga terjadi
proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan
bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat.
Dampak Penggunaan Pestisida
Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan
produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Penggunaan
pestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi juga
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap
kesehatan manusia. Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua
pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai
sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan
pestisida diantaranya :
1)
Tanaman yang diberi pestisida
dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang,
daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan
tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja,
tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui
memakan makanan dari tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang
disusui menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida
tersebut daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air
susu yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi
(bioakumulasi);
2)
Pestisida yang tidak dapat
terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke dalam sistem biota air (kehidupan
air). Konsentrasi pestisida yang tinggi dalam air dapat membunuh organisme air
diantaranya ikan dan udang. Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni
organisme kecil seperti plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia
akan terakumulasi dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan
tersebut termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah
terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari
daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-burung
tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi penyebab
rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami. Bila dibiarkan
terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti, dan akhirnya jenis
burung itu akan punah;
3)
Ada kemungkinan munculnya hama
spesies baru yang tahan terhadap takaran pestisida yang diterapkan. Hama ini
baru musnah bila takaran pestisida diperbesar jumlahnya. Akibatnya, jelas akan
mempercepat dan memperbesar tingkat pencemaran pestisida pada mahluk hidup dan
lingkungan kehidupan, tidak terkecuali manusia yang menjadi pelaku utamanya
(Aditya, 2010).
Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan
pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat
beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker,
mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan
sebagainya
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih
menyukai produk pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun
produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk
pertanian yang menggunakan pestisida. Pestisida yang paling banyak menyebabkan
kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik,
yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa
organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka
terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai Penyemprotan dan pengaplikasian
dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran
lingkungan sejak bahan-bahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan.
Sebagian besar bahan-bahan kimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan
didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer
dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke
tanah. Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau
yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran
permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air
tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahan-bahan
kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi
pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan
keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah
fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah.
Pestisida dapat merusak ekosistem air yang berada
disekitar lahan pertanian. Jika
pestisida digunakan, akan
menghasilkan sisa-sisa air yang mengandung pestisida. Air yang
mengandung pestisida ini akan mengalir melalui sungai atau aliran irigasi
(Dhavie, 2010).
Penggunaan
pestisida oleh petani
dapat tersebar di
lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman.
Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non
sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Pestisida sebagai salah satu
agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat
berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan dan terlebih manusia.
Penurunan
kualitas air tanah serta
kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke
dalam lingkungan. Aliran permukaan
seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan
mengalami proses dekomposisi
bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu
terakumulasi. Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh
foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada
itu masuknya pestisida diudara disebabkan oleh driff yaitu proses
penyebaran pestisida ke
udara melalui penyemprotan oleh
petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada
akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisida oleh residunya terhadap tanah
biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida
persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara
alami pada tanah makin terdesak dan
sulit melakukan regenerasi hingga
mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif (Sulistiyono, 2004)
Pestisida dapat berkontribusi dengan polusi udara. Penimbunan
pestisida terjadi ketika pestisida tergantung di udara sebagai partikel yang
dibawa oleh angin ke daerah lain dan berpotensi mencemari lingkungan. Pestisida
yang diterapkan untuk tanaman dapat menguap dan mungkin tertiup oleh angin ke
sekitarnya sehingga berpotensi menjadi ancaman bagi satwa liar. Selain itu,
tetesan pestisida yang disemprot atau partikel dari pestisida digunakan sebagai
debu mungkin dapat terbawa angin ke daerah lain, atau pestisida dapat menempel
pada partikel yang berhembus dalam angin, seperti partikel debu.
Pestisida yang disemprotkan pada ladang dan digunakan
untuk fumigasi tanah dapat mengeluarkan zat kimia yang disebut senyawa organik
yang mudah menguap yang dapat bereaksi dengan bahan kimia lainnya dan membentuk
polutan yang disebut ozon troposfer. Penggunaan pestisida menyumbang sekitar 6
persen dari total tingkat ozon troposfer.
Pencegahan Pencemaran Pestisida
Bagaimanapun juga pestisida adalah racun. Kerugian yang
ditimbulkan oleh pestisida, sangat merugikan manusia. Manusia harus bertanggung
jawab terhadap kerusakan yang timbul, karena semua kegiatan pencegahan hama adalah hasil karya manusia
dan di tujukan untuk pemenuhan kebutuhannya. Manusia adalah pelaku utama
pemberantasan hama. Karena itu selain perlindungan terhadap tanah, air, dan
hewan lainnya dari bahaya pestisida, perlindungan pertama justru harus
diberikan terhadap manusia.
Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran
pestisida adalah dengan tidak menggunakan pestisida sebagai pemberantas hama. Mengingat akibat sampingan yang terlalu
berat atau bahkan menyebabkan rusaknya lingkungan dan merosotnya hasil panen,
penggunaan pestisida mulai dikurangi. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk
mencegah atau mengurangi serangga hama antara lain:
pengaturan jenis tanaman dan
waktu tanam,
memilih varietas yang tahan
lama,
memanfaatkan musuh-musuh alami
serangga,
penggunaan hormon serangga,
pemanfaatan daya tarik seks
pada serangga
sterilisasi
Cara-cara tersebut di atas memang tidak memiliki efek
yang cepat dan merata dibanding pestisida. Karenanya bila dibutuhkan
pemberantasan hama yang sifatnya segera, penggunaan pestisida memang merupakan
pilihan yang paling baik dan tepat.Jika memang pestisidalah yang digunakan,
tindakan pencegahan terhadap pencemaran atau keracunan yang mungkin timbul
antara lain:
Ketahuilah atau pahamilah
dengan yakin tentang kegunaan dari suatu jenis pestisida. Jangan sampai terjadi
salah berantas.misalnya herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga.
Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah atau tanaman
telah terlanjur tercemar.
Ikuti petunjuk-petunjuk
mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
Jangan terlalu tergesa-gesa
menggunakan pestisida, tanyakan pada penyuluh apakah sudah saatnya digunakan
pestisida, karena belum tentu suatu jenis hama harus diberantas dengan
pestisida.
Jangan telat memberantas hama.
Jika penyuluh sudah menganjurkan untuk menggunakan pestisida, cepatlah
dilakukan. Dengan semakin meluasnya hama akan membutuhkan penggunaan pestisida
dalam jumlah besar, ini berarti hanya akan memperbesar peluang terjadinya
pencemaran.
Jangan salah pakai pestisida.
Selain satu jenis pestisida biasanya hanya digunakan untuk suatu jenis hama
tertentu, terkadang usia tanaman yang berbeda menghendaki jenis pestisida yang
berbeda pula
Pahamilah dengan baik cara
pemakaian pestisida. Jangan sampai tercecer di sekitar tanaman.
Jika pestisida yang akan
digunakan harus dibuat larutan terlebih dahulu, gunakan tempat yang khusus untuk
itu. Pada waktu mengaduk, larutan jangan sampai tercecer ke tempat lain.
Perhatikan dengan tepat jumlah larutan yang dibuat agar tidak terdapat sisa
setelah pemakaian.
Referensi:
Anonim. http://biotis.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=82:apa-itu-pastisida&catid=14:berita
(diakses pada minggu, 24 November 2012)
Anonim. Dampak Penggunaan Pestisida. http://enisangsutradara99.blogspot.com/2012/02/dampak-penggunaan-pestisida.html
(diakses pada minggu, 11 Desember 2012)
Anonim. Pencemaran Tanah
Akibat Penggunaan Pestisida Pada Kegiatan Pertanian. http://srwahyuni.blogspot.com/2008/11/pencemaran-tanah-akibat-penggunaan.html
(diakses pada minggu, 11 Desember 2012)
Azis Wahid. Dampak
Pestisisda Terhadap Lingkungan.
Irsal Las, K. Subagyono, Dan A.P.
Setiyanto. Isu Dan Pengelolaan Lingkungan dalam Revitalisasi Pertanian
Pohan. Pestisida Dan
Pencemarannya. Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.
Rudi C Tarumingkeng. Pestisida dan Penggunaannya. http://www.scribd.com/doc/3116466/PESTISIDA-DAN-PENGGUNAANNYA
(diakses pada minggu, 24 November 2012)
Fatmawati. Makalah Perlindungan Tanaman. http://coretanfhatma.blogspot.com/2012/05/makalah-perlindungan-tanaman-dampak.html
(diakses pada minggu, 25 November 2012)
Edowart Sitorus. Pengaruh Pestisida terhadap Lingkungan.
http://edowart-ferdiansyah.blogspot.com/2011/02/pengaruh-pestisida-terhadap-lingkungan.html
(diakses pada minggu, 25 November 2012)